
Kekayaan atau hidup berkecukupan merupakan salah satu hal yang diidamkan oleh semua orang. Sang Buddha tidak pernah menganggap bahwa kekayaan sebagai sesuatu yang harus dijauhi. Justru sebaliknya Sang Buddha melihat kekayaan dapat dimanfaatkan untuk mencapai kebahagiaan apabila digunakan dengan cara yang tepat. Sang Buddha menyatakan bahwa terdapat empat kebutuhan manusia pada umumnya (AN II,65), yaitu:
1. Kekayaan
2. Kedudukan Sosial
3. Kesehatan
4. Kebahagiaan setelah kematian
Jadi, menurut Sang Buddha, menjadi kaya adalah hal wajar yang ingin dicapai oleh seseorang. Sang Buddha pun memotivasi siswanya (dalam hal ini adalah kaum gharāvāsa atau perumah tangga) untuk hidup berkecukupan dan menjauhi hidup dalam kemiskinan. Kemiskinan akan mendatangkan banyak penderitaan dan hal-hal yang tidak menguntungkan (AN III, 351), antara lain:
1. Terlibat Hutang
Orang yang miskin akan berusaha mencari hutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut menjadi lebih parah apabila orang tersebut mempunyai banyak keinginan yang sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan. Akibatnya hutang semakin banyak.
2. Membayar Bunga
Dengan semakin banyak hutang, bunga pinjaman akan semakin membengkak. Membayar bunga pinjaman menjadi kesulitan tambahan.
3. Dikejar-kejar untuk membayar hutang
Hutang yang terus-menerus akan bertambah banyak dan tentu saja akan ditagih. Selalu ditagih akan membuat hidup menjadi tidak nyaman. Hidup menjadi penuh kecemasan.
4. Tidak mampu membayar hutang dan bangkrut
Sebagian tidak mampu membayar yang akhirnya berakibat bangkrut. Harta benda yang ada disita untuk membayar hutang.
5. Masuk Penjara
Sebagian yang tidak mampu bayar hutang ditambah kebutuhan hidup tidak tercukupi akhirnya melarikan diri atau melakukan kejahatan. Ketika tertangkap maka akan masuk penjara.
Jadi, kemiskinan merupakan suatu keadaan yang tidak menguntungkan dan harus diubah. Sang Buddha lebih lanjut mengajarkan bagaimana cara mengumpulkan kekayaan, mengelola kekayaan serta menggunakan kekayaan secara tepat.